Legenda Desa Peneket
Tersebutlah zaman dahulu kala, ada wilayah yang belum
berpenghuni, lalu ada beberapa orang hebat yang mampu membuka lahan atau sering
dikanal dengan istilah “Babat Alas”. Sebutan Babat Alas ini berasal dari dua
kata, Yakni : Babat dan Alas, Babat yang berarti pangkas, dan Alas yang berarti
hutan. Sehingga Babat Alas dapat diartikan sebagai pembukaan lahan hutan untuk
dijadikan pemukiman penduduk.
Desa
Peneket adalah salah satu desa di Kecamatan Ambal. Desa ini dahulu tidak
bernama Desa Peneket, namun bernama Desa Arjowinangun. Desa Peneket dibagi
menjadi 6 pedukuhan. Dan dari cerita yang berkembang di masyarakat, setiap
pedukuhan itu memiliki tuan babat alas masing masing. Namun sampai saat ini hanya
tinggal 3 pedukuhan yang masih diketahui tuan babat alasnya. Yaitu Dukuh
Bokoran, Kesingan dan Borangan. 3 Dukuh lainnya adalah Bekelan, Jenengan, dan Peneket.
Pada
awal berdirinya desa, kelima tuan babat alas berkumpul dan menyatukan pendapat
mereka untuk membentuk persatuan masyarakat yang semakin banyak dipedukuhan
mereka masing masing menjadi sebuah desa. Dari sana tercetuslah Nama
Arjowinangun (hardjowinangoen) sebagai nama desa ini.
Pada
awal berdirinya, desa ini cukup makmur, sampai suatu ketika hampir semua sumber
air di desa tersebut kering dan hanya satu yang masih menghasilkan air. Tak
pelak warga desa tersebut berebutan mengambil air dari sumur tersebut setiap
hari. Akhirnya para Pendiri Desa Arjowinangun berkumpul untuk membahas masalah
tersebut. Tanpa perdebatan panjang, diterimalah satu pendapat dari Nyai Gendung
pendiri Dukuh Kesingan, usulannya yaitu melakukan pembagian hari pengambilan
air. Awalnya kesepakatan ini berjalan sebagaimana mestinya, namun lama kelamaan
Mbah Rogo Sumangsang (bukan nama sebenarnya) melanggar kesepakatan tesebut dengan
seenaknya mengambil air di hari orang lain. Dari hal itu terjadilah kekacauan
pengambilan air sebagai kebutuhan pokok saat itu.
Dengan
perhitungan yang matang, Mbah Wirontani menyerang mbah rogo sumangsang yang
sudah semakin menjadi jadi. Terjadilah perang antara dua pendiri tersebut. Mbah
Wirontani dari dukuh bokoran dan Mbah Rogo Sumangsang dari Dukuh Borangan.
Pertarngan keduanya terus berlanjut, sampai Mbah Wirontani diberi tahu oleh
Nyai Gendung bahwa Mbah Rogo Sumangsang tidak akan pernah mati selama masih
menapak bumi.
Singkat
cerita Mbah Wirotani menyerang Mbah Rogo Sumangsang dengan senjatanya, ketika
Mbah Rogo Sumangsang tidak berdaya, ia segera menempatkan tubuh Mbah Rogo Sumangsang
di atas sebatang pohon besar, tamatlah hidup seorang Rogo Sumangang. Dari sana
lah mbah Rogo Sumangsang mendapat namanya “Rogo Sumangsang”. Nama Rogo Sumangsang
memiliki arti yaitu, rogo yang berarti tubuh, dan sumangsang yang berarti
tersangkut. Dan sampai saat ini belum diketahui nama asli Mbah Rogo Sumangsang.
Setelah
kematian Rogo Sumangsang, berangsur angsur sumber air di Desa Arjowinangun
kembali pulih. Lalu para pendiri desa yang kala itu sudah mulai sepuh kembali
berkumpul untuk membicarakan tantang penamaan ulang desa ini. Dengan tujuan
untuk membersihkan sejarah kelam dari Desa Arjowinangun, nama desa ini di ubah
menjadi Desa Peneket.
Kini
makam beberapa pendiri desa itu ada di Desa Peneket dan di pedukuhan yang
didirikan masing masing. Cerita tentang lahirnya Desa Peneket dapat dibilang
cerita yang sudah sangat kuno, seghingga sangat minim sumber yang bisa digali
tentang kebenaran cerita diatas.
Comments
Post a Comment