Monday 21 August 2017

Legenda Desa Peneket


Penulis Aji Ammarudin

Ilustrasi Legenda Desa Peneket

 
            Tersebutlah zaman dahulu kala, ada wilayah yang belum berpenghuni, lalu ada beberapa orang hebat yang mampu membuka lahan atau sering dikanal dengan istilah “Babat Alas”. Sebutan Babat Alas ini berasal dari dua kata, Yakni : Babat dan Alas, Babat yang berarti pangkas, dan Alas yang berarti hutan. Sehingga Babat Alas dapat diartikan sebagai pembukaan lahan hutan untuk dijadikan pemukiman penduduk.
Desa Peneket adalah salah satu desa di Kecamatan Ambal. Desa ini dahulu tidak bernama Desa Peneket, namun bernama Desa Arjowinangun. Desa Peneket dibagi menjadi 6 pedukuhan. Dan dari cerita yang berkembang di masyarakat, setiap pedukuhan itu memiliki tuan babat alas masing masing. Namun sampai saat ini hanya tinggal 3 pedukuhan yang masih diketahui tuan babat alasnya. Yaitu Dukuh Bokoran, Kesingan dan Borangan. 3 Dukuh lainnya adalah Bekelan, Jenengan, dan Peneket.
Pada awal berdirinya desa, kelima tuan babat alas berkumpul dan menyatukan pendapat mereka untuk membentuk persatuan masyarakat yang semakin banyak dipedukuhan mereka masing masing menjadi sebuah desa. Dari sana tercetuslah Nama Arjowinangun (hardjowinangoen) sebagai nama desa ini.
Pada awal berdirinya, desa ini cukup makmur, sampai suatu ketika hampir semua sumber air di desa tersebut kering dan hanya satu yang masih menghasilkan air. Tak pelak warga desa tersebut berebutan mengambil air dari sumur tersebut setiap hari. Akhirnya para Pendiri Desa Arjowinangun berkumpul untuk membahas masalah tersebut. Tanpa perdebatan panjang, diterimalah satu pendapat dari Nyai Gendung pendiri Dukuh Kesingan, usulannya yaitu melakukan pembagian hari pengambilan air. Awalnya kesepakatan ini berjalan sebagaimana mestinya, namun lama kelamaan Mbah Rogo Sumangsang (bukan nama sebenarnya) melanggar kesepakatan tesebut dengan seenaknya mengambil air di hari orang lain. Dari hal itu terjadilah kekacauan pengambilan air sebagai kebutuhan pokok saat itu.
Dengan perhitungan yang matang, Mbah Wirontani menyerang mbah rogo sumangsang yang sudah semakin menjadi jadi. Terjadilah perang antara dua pendiri tersebut. Mbah Wirontani dari dukuh bokoran dan Mbah Rogo Sumangsang dari Dukuh Borangan. Pertarngan keduanya terus berlanjut, sampai Mbah Wirontani diberi tahu oleh Nyai Gendung bahwa Mbah Rogo Sumangsang tidak akan pernah mati selama masih menapak bumi.
Singkat cerita Mbah Wirotani menyerang Mbah Rogo Sumangsang dengan senjatanya, ketika Mbah Rogo Sumangsang tidak berdaya, ia segera menempatkan tubuh Mbah Rogo Sumangsang di atas sebatang pohon besar, tamatlah hidup seorang Rogo Sumangang. Dari sana lah mbah Rogo Sumangsang mendapat namanya “Rogo Sumangsang”. Nama Rogo Sumangsang memiliki arti yaitu, rogo yang berarti tubuh, dan sumangsang yang berarti tersangkut. Dan sampai saat ini belum diketahui nama asli Mbah Rogo Sumangsang.
Setelah kematian Rogo Sumangsang, berangsur angsur sumber air di Desa Arjowinangun kembali pulih. Lalu para pendiri desa yang kala itu sudah mulai sepuh kembali berkumpul untuk membicarakan tantang penamaan ulang desa ini. Dengan tujuan untuk membersihkan sejarah kelam dari Desa Arjowinangun, nama desa ini di ubah menjadi Desa Peneket.

Kini makam beberapa pendiri desa itu ada di Desa Peneket dan di pedukuhan yang didirikan masing masing. Cerita tentang lahirnya Desa Peneket dapat dibilang cerita yang sudah sangat kuno, seghingga sangat minim sumber yang bisa digali tentang kebenaran cerita diatas.